Tuesday 5 April 2011

Suatu Hari di Negeri Antah Berantah





Alkisah di ceritakan di sebuah negeri antah berantah, sebuah negeri yang konon katanya makmur subur, gemah ripah loh jenawi, rakyatnya dirundung oleh keheranan, heran karena kolam susu nya mengering, tongkat kayu dan batu tidak lagi menjadi tanaman, semua orang bingung,  mengapa begini yah ..?  mereka pun mencari jawaban-jawaban,  bertanya pada angin, pada air dan hembusan daun-daun, tapi tidak juga ada “petunjuk”  yang mengilhami jawaban dari semua kejadian ini.

Sementara itu ditempat lain Sang Prseiden sibuk menyiapkan laporan-laporan mengenai kemajuan negeri antah berantah, “ tingkat kemiskinan kita menurun … akhirnya”, seru Sang Presiden. Selama beberapa hari ini semua pegawai pemerintahan diperintahkan untuk mengotak atik data supaya tingkat kemiskinan menjadi berkurang dan pagi ini bisa diselesaikan. Awal nya tingkat kemiskinan ini sangat tinggi, karena  menggunakan standar milik Negara tetangga yang konon katanya jangan kan memiliki tanah yang subur seperti kita, wilayah nya pun sangat sempit, sehingga mereka harus mengurug tanah jika ingin mendirikan rumah.

“Semua biaya kesehatan si fulan sudah ditanggung oleh pemerintah kabupaten”,  tiba-tiba seorang bupati berteriak, memposisikan dirinya sebagai pahlawan yang tanpa pamrih membela kepentingan-kepentingan rakyat nya, awal nya sang bupati tidak bisa berteriak-teriak, mengingat tenggorokan nya banyak tersumbat, ketika memeriksakan diri pada sang dokter, sang dokter berujar “ penyebabnya ini adalah karena kursi tuan yang terlalu empuk tuan bupati “, sang bupati pun mengiyakan. Awalnya berbagai media memberitakan bahwa si fulan di tolak di rumah sakit di negeri antah berantah ini, alasan nya menurut kabar yang dibawa oleh burung, katanya karena di negeri antah berantah ini sudah tidak ada orang miskin, karena nya tidak mungkin si fulan itu termasuk salah satu warga negara negeri antah berantah yang sangat makmur ini,  akan tetapi tukang protes dan tukan demo berteriak-teriak terus menerus di depan kantor bupati, hingga kuping sang bupati hampir tuli, untuk menyamankan kembali kedua telinga nya, maka sang bupati pun turut berteriak.
Siang itu pun berlalu masalah tukang demo dan tukang protes yang berteriak-teriak, hari pun mulai redup, dan berganti senja, waktu menunjukan pukul 16.00, tapi pegawai-pegawai pemerintah masih berdiam diri di kantor, mereka bekerja ekstra keras, menyibukan diri dengan pekerjaannya, bahkan pekerjaan yang bukan pekerjaan nya pun mereka lakukan, dan pada saat seperti ini lah mereka “benar-benar”  bekerja keras, mereka berujar “ kita harus menunjukan bahwa kita pegawai yang kompeten, meskipun bukan pekerjaan kita, kita kerjakan saja, supaya kita termasuk orang-orang yang bekerja keras, jam 16.05 sang kepala pegawai pulang kerumah, maka dengan segera 30 detik kemudian pegawai pun turut bubar. Demikian lah hari demi hari berlalu dengan kisah yang sama,  sang kepala menentukan kompeten tidak nya pegawai dari sejauh mana sang pegawai menyanjung keberadaanya.

Hari berganti malam, di kantor polisi seorang politikus tertunduk lesu, karena tadi pagi dia berteriak-teriak “berantas Korupsi”, “beri keadilan atas nama hukum”, tapi meskipun demikian tidak pernah sang politikus berteriak jangan maksiat, oleh karena nya dia pun bermaksiat di hotel dengan seorang wanita, dan sering sekali dia berperilaku demikian, pun hukum tidak pernah melarang nya, tapi malam itu dia akhirnya di tangkap oleh polisi di tempat nya bermaksiat dengan seorang wanita, lho kok ditangkap ..? kata nya terheran-heran, ternyata penyebabnya bukan dari apa yang dia lakukan malam itu, akan tetapi dari malam-malam sebelum nya, salah seorang wanita teman maksiat nya berteriak bahwa dia korupsi, akhirnya dia pun di tangkap, teman-teman nya pun datang menjenguk dan menghiburnya, sang politikus berkata “dunia sungguh tidak adil”, dan teman sang politikus pun berkata, “sudah saya katakan, jangan berbuat yang melanggar hukum, kalau mau mabuk ya mabuk di rumah, kalau mau maen wanita jangan cerita-cerita bahwa kita korupsi, akibatnya ya begini ini nih ... padahal kita kan sama” ujar sang teman.

(Riki Nuryadin)

No comments:

Post a Comment

Repositori Institusional Di Perguruan Tinggi

Oleh : Riki Nuryadin riki.nuryadin@upi.edu riki.nuryadin@gmail.com Abstrak: Institusional repositori adalah sebuah wadah o...