Wednesday 27 April 2011

Kecurangan Sistematis Rahasia Umum dalam Ujian Nasional


  Ins : www.kompas.com


Ujian Nasional adalah “kewajiban” yang mesti di jalani oleh para siswa yang ingin lulus dari sekolah nya, sebuah simbol dimana pemerintah sebenarnya tidak mempercayai lembaga pendidikan yang dibentuknya. Karena UN ini merupakan syarat kelulusan, maka para siswa tidak lagi di tuntut untuk memahami, mengambil sikap atau pun memecahkan permasalahan, yang paling penting dalam sekolah adalah lulus Ujian Nasional.

Sekolah tidak lagi dianggap sebagai lembaga yang dapat di percaya untuk mewujudkan tujuan dari pendidikan, proses pendidikan yang ditempuh oleh siswa seolah-olah diabaikan oleh pemerintah, perkembangan peserta didik selama bertahun-tahun,  secara tiba-tiba disamakan persepsinya hanya dalam waktu beberapa hari, dengan menggunakan soal yang dibuat oleh beberapa orang saja.  Pada akhirnya segala cara dilakukan untuk bisa lulus dalam UN, terkadang karena alasan ini pula dibenarkan cara-cara belaku curang...... sebuah pembenaran, semangat yang sangat jauh sekali dari tujuan pendidikan yang sebenarnya.

Seorang siswa Lampung Tengah yang selalu juara kelas setiap tahun nya, sudah tiga kali tidak lulus ujian nasional, penyebab nya adalah siswa yang bersangkutan tidak ingin berlaku curang.  Siswa tersebut menolak untuk menggunakan jawaban yang diberikan oleh guru nya,  karena nya juga siswa tersebut menjadi satu-satunya siswa yang tidak lulus dalam ujian nasional. Tidak lulus UN nampaknya menjadi dampak  dari siswa yang tidak ingin berlaku curang tersebut, sebagaimana diberitakan dalam kompas.

Jawaban yang beredar sebelum UN sudah menjadi rahasia umum, banyak media nasional yang mengabarkan mengenai kecurangan-kecurangan ini, lengkap dengan teknik-teknik yang digunakan nya, kecurangan ini bahkan di dukung oleh para pejabat di daerahnya masing-masing, mungkin karena faktor kredibilitas dan  gengsi dari para pengambil kebijakan di daerah, adalah akan sangat memalukan apabila daerah nya memiliki banyak siswa yang tidak lulus UN,  kecurangan dan contek mencotek seolah-olah menjadi mata rantai pembenaran kesalahan demi sebuah kebijakan yang sebenarnya terlalu di paksakan.

Lucunya lagi kecurangan ini malah di amini oleh para guru, seorang pendidik yang katanya layak untuk digugu dan ditiru, jika guru saja sudah begini, bagaimana dengan siswa nya..? Guru kencing berdiri, murid kencing berlari ... wa ka ka ...banyak sekali cara yang dilakukan untuk dapat “mencurangi” ujian nasional ini, teknik nya pun berkembang dengan sangat pesat, maklum .. guru adalah kumpulan orang-orang pintar.

Mari kita simak tujuan yang sebenarnya dari pendidikan sebagaimana tercantum dalam undang-undang
Tujuan pendidikan menurut negara kita sebagimana tercantum dalam UUD 1945 (versi Amendemen) Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. Artinya adalah negara memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional, yang dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat.

Adapun definisi dari pendidikan itu sendiri menurut UU SISDIKNAS no. 20 tahun 2003 : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Potensi diri adalah hal yang sangat erat berkaitan dengan minat dan bakat, faktor yang tidak menjadi perhatian dalam pendidikan saat ini, kekuatan spritual yang merupakan benteng dari pribadi yang bersangkutan untuk bisa memiliki ahlak yang mulia juga di abaikan,  kecerdasan faktor ini lah yang satu-satunya dinilai oleh ujian nasional, akan tetapi hanya dinilai sebatas angka, kecerdasan haruslah memperhatikan faktor-faktor lainnya, antara lain adalah kemampuan pengendalian emosional, cerdas akan tetapi jahat tidak bisa dianggap sebagai faktor yang positif dalam pendidikan, selanjutnya lagi adalah keterampilan yang diperlukan,  biasa disebut dengan kompetensi, membangkitkan potensi yang ada pada siswa, pun tidak menjadi perhatian, faktor yang saat ini menjadi penentu adalah tetap nilai atau angka-angka.

Sistem monitoring pemerataan pendidikan sebagai acuan apa yang mesti diperbaiki dari pendidikan di suatu daerah, nampaknya harus mulai di gagas, ujian nasional dapat berperan secara maksimal apabila difungsikan sebagai kontrol untuk mengetahui rating dari kegiatan pendidikan yang tengah berlangsung, untuk kemudian sebagiamana layak nya tes dapat ditindak lanjuti dengan perbaikan-perbaikan yang diperlukan sebagai antisipasi kekurangan maupun pengembangan pendidikan di masa yang akan datang

(Riki Nuryadin)

2 comments:

  1. kalau zaman bapak dulu, begitu juga gak ?

    ReplyDelete
  2. Jaman bapak mah sistem na ebtanas .. tidak mengenal istilah ujian curang .. he :)

    ReplyDelete

Repositori Institusional Di Perguruan Tinggi

Oleh : Riki Nuryadin riki.nuryadin@upi.edu riki.nuryadin@gmail.com Abstrak: Institusional repositori adalah sebuah wadah o...