إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللّهِ الإِسْلاَمُ
Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam (Qur'an 3:19)
Adapun definisi dari agama adalah sebagai berikut :
Agama adalah: “Apa-apa yang telah ditentukan Allah dalam kitab-Nya yang bijaksana dan sunnah Nabi-Nya yang shahih, baik berupa perintah, larangan, maupun petunjuk untuk kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat”.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa agama itu adalah :
1. Aturan dan ketentuan Allah untuk manusia
2. Sumber ajarannya adalah Al Qur`an dan Sunnah
3. Isi ajarannya adalah berupa perintah, larangan dan petunjuk
4. Tujuannya untuk kesempurnaan hidup manusia
5. Jangkauannya keselamatan dunia dan akhirat.
Sempurna nya agama dan larangan menambah atau pun mengurangi apa yang ada dalam agama
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيناً
Allah SWT berfirman : Pada hari ni Aku telah sempurnakan untuk mu agama mu, dan Aku telah cukupkan nikmat-Ku untukmu, serta telah Aku ridhai islam sebagai agama mu (Q.S. Al-Maidah :3)
Ayat ini menerangkan telah sempurna nya islam, jadi apa-apa yang pada waktu itu bukan bagian dari agama, maka pada saat ini pun bukan menjadi bagian dari agama.
Imam Malik bin Anas berkata : “Siapa saja yang mengada-ada suatu bid’ah dalam Islam -serta memandangnya baik- sungguh ia telah mengira, menyangka bahwa Muhammad telah mengkhianati risalahnya, karena Allah swt. telah berfirman: “Pada hari ini Aku sempurnakan untukmu agamamu…”. Maka apa-apa yang saat itu (zaman Nabi) bukan agama, saat ini pun tetap bukan agama."
Rasulullah saw. bersabda: “Aku tidak meninggalkan sesuatu pun yang dapat mendekatkanmu kepada Allah swt., melainkan telah aku perintahkan kepadamu, (demikian pula) aku tiada meninggalkan sesuatu yang dapat menjauhkanmu dari Allah, melainkan aku telah melarangmu darinya”. (H.R. Thabrâni)
Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa;
1.Agama Islam itu telah sempurna, tidak perlu ditambah, dikurangi atau direkayasa
2.Orang yang telah mengada-ada bid’ah dalam Islam sama dengan telah menuduh bahwa Nabi khianat dalam menyampaikan risalahnya
3.Tidak perlu menciptakan sesuatu yang baru yang menyebabkan diri dekat dengan Allah karena apapun yang disekitarnya membuat diri dekat dengan Allah telah diperintahkan oleh nabi.
4.Tidak perlu meninggalkan sesuatu yang dibolehkan oleh agama dengan alasan untuk mendapatkan ridha Allah karena apapun yang membuat diri jauh dari Allah telah dilarang oleh Nabi saw.
1.Agama Islam itu telah sempurna, tidak perlu ditambah, dikurangi atau direkayasa
2.Orang yang telah mengada-ada bid’ah dalam Islam sama dengan telah menuduh bahwa Nabi khianat dalam menyampaikan risalahnya
3.Tidak perlu menciptakan sesuatu yang baru yang menyebabkan diri dekat dengan Allah karena apapun yang disekitarnya membuat diri dekat dengan Allah telah diperintahkan oleh nabi.
4.Tidak perlu meninggalkan sesuatu yang dibolehkan oleh agama dengan alasan untuk mendapatkan ridha Allah karena apapun yang membuat diri jauh dari Allah telah dilarang oleh Nabi saw.
Perbedaan prinsip antara urusan agama dan dunia
Dari Anas r.a. ia .telah berkata; Telah bersabda Rasulullah saw.: “Apabila ada sesuatu urusan duniamu, maka kamu lebih mengetahui. Dan apabila ada urusan agamamu, maka kembalikanlah padaku”. (H.R. Ahmad)
Kandungan Hadits tersebut menunjukkan bahwa apapun urusan agama mutlak harus mengacu kepada Nabi, sementara urusan dunia bebas terserah kita selama tidak diatur oleh agama.
Kandungan Hadits tersebut menunjukkan bahwa apapun urusan agama mutlak harus mengacu kepada Nabi, sementara urusan dunia bebas terserah kita selama tidak diatur oleh agama.
Acuan dalam beribadah
Bukan rujuk kepada guru atau madzhab, tidak pula kepada tempat/akal dan perasaan ataupun tradisi. Maksudnya, dalam beragama hendaklah bertitik tolak dari dalil, yaitu Al Qur`an dan Sunnah, jangan bertitik tolak dari guru, madzhab, tempat, organisasi, akal, perasaan dan tradisi
Definisi Ibadah
badah ialah: “Mendekatkan (diri) kepada Allah swt. dengan cara mengerjakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, serta beramal sesuai dengan kewenangan (izin) syara”.(Pendapat lain): Ibadah ialah: “Taat kepada Allah, dengan (cara) melaksanakan segala perintah Allah melalui ucapan para Rasul”.
(Pendapat lain): Ibadah ialah: “Nama yang mencakup segala bentuk yang dicintai serta diridhai Allah, baik ucapan maupun perbuatan; yang nyata atau tersembunyi”. (Fathu al-Majîd: 14)
Prinsip dalam ibadah
Pada dasarnya ibadah itu terdiri dari dua aspek, yaitu: Pertama, niat yaitu hanya semata karena Allah dalam melaksanakannya. Kedua, kaifiyat yaitu cara mengamalkan ibadah tersebut. Apakah sesuai dengan contoh Nabi atau tidak? (Niat salah cara benar adalah salah, niat benar (ikhlash) cara salah, juga salah). Seharusnya niat baik, ikhlash karena Allah dan cara mengamalkannya pun benar sesuai dengan apa yang dicontohkan Nabi.
Pengertian asal/dasar dalam urusan keduniaan adalah boleh. Dan pada ungkapan lain; “asal dalam aqad mu’amalah (jual beli) adalah boleh, kecuali ada dalil/keterangan yang melarang.” (al-Bayân, hal: 230).
Dalam urusan dunia, pada dasarnya boleh, dan tidak terlarang, kecuali ada keterangan/dalil yang melarang. Oleh sebab itu dalam urusan duniawi seyogianya terlebih dahulu mencari dalil/keterangan yang melarang, mengharamkan dan bukan mencari dalil yang menghalalkan.
Pada asalnya dalam beribadah itu tidak dapat difahami oleh akal (sebab-sebabnya), sedangkan dalam adat kebiasaan dapat difahami akal.”
Urusan ibadah itu tidak dapat dimengerti sebab-sebabnya. Contoh: mengapa shalat zhuhur empat raka’at, shubuh dua raka’at dan lain sebagainya.
Agama tidak bisa bertitik tolak dari akal:
Dari ‘Ali r.a. ia berkata: “Kalaulah agama itu berdasar akal, pasti mengusap bagian bawah sepatu akan lebih utama dari pada (mengusap) bagian atasnya. Tetapi sungguh aku melihat Rasulullah mengusap sepatu bagian atasnya”. (H.R. Abu Dawud).
Perkataan sahabat Ali r.a. ini bukan berarti akal sama sekali bukan bagian dari agama, tapi akal berperan sebagai alat bantu memahami agama. Agama mengakui peran sentral akal selama akal itu tidak bertentangan dengan wahyu, karena akal yang sehat tidak mungkin bertentangan dengan wahyu. Kita mengetahui betapa banyak ayat Allah maupun hadits Rasulullah saw yang memotivasi kita untuk mengoptimalkan potensi akal dalam rangka maksimalisasi ibadah penghambaan kita kepada Ilahi Rabby.
Inilah pokok-pokok agama Islam yang ditulis oleh Al-Ustadz A. Zakaria dalam kitabnya Al-Hidayah Fii Masaailil Fiqhiyyah Al-Muta’aridhah.
No comments:
Post a Comment