Sunday 28 August 2011

Makna Iedul Fitri

Islam mengenal dua hari raya yaitu Iedul Fitri dan Iedul Adha, hari raya tahunan yang hanya ada dua kali yang disyariat kan dalam islam, sehingga hari-hari yang lain yang diada-adakan dalam memperingati sesuatu kemudian di hubung-hubungkan dalam islam tidak lah termasuk ke dalam ibadah yang di syariatkan, sebagaimana tercantum dalam hadits berikut ini :

Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam datang ke Madinah dan (pada saat itu) penduduk Madinah memiliki dua hari raya yang dipergunakan untuk bermain (dengan permainan) di masa jahiliyyah. Lalu beliau bersabda: ‘Aku telah datang kepada kalian, dan kalian memiliki dua hari yang kalian gunakan untuk bermain di masa jahiliyyah. Sungguh Alloh telah menggantikan untuk kalian dua hari yang lebih baik dari itu, yakni hari Nahr (’Iedul Adha) dan hari fitri (’Iedul Fitri).” (HR. Ahmad dan Abu Dawud, shohih)
Hari raya dalam islam di tujukan sebagai suatu kegiatan ibadah, tapi kebanyakan masyarakat awam meyakini bahwa hari raya ini adalah sebuah bentuk perayaan untuk bersuka cita, oleh karena nya kemudian timbul kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan hari raya ini, sebagai contoh beberapa saat sebelum menjelang iedul fitri orang terbiasa melakukan belanja secara besar-besar an, membuat kue, mudik dan sebagai nya, padahal di syariatkan dalam islam untuk ber’itikaf di 10 hari terakhir, sungguh kondisi yang bertolak belakang dengan ajaran yang sebenarnya.


Arti Kata Iedul Fitri

Banyak orang yang mengartikan Iedul Fitri dengan “kembali fitroh” , makna nya yakni kembali kepada fitrah, dikarenakan terhapus nya dosa-dosa, makna ini sebenarnya kurang tepat, karena Fitri yang dimaksud bukan lah berasal dari kata fitroh yang berarti suci, akan tetapi berasal dari”Fithru” atau “Ifthaar” artinya menurut bahasa adalah berbuka, jadi Idul Fitri menurut bahasa berarti hari raya berbuka puasa, hal ini menurut syara di kuat kan dengan hadits di bawah ini :

Dari Abu Huroiroh berkata: “Bahwasanya Nabi shollallohu’alaihi wa sallam telah bersabda: ‘Puasa itu adalah hari di mana kalian berpuasa, dan (’iedul) fitri adalah hari di mana kamu sekalian berbuka…’” (HR. Tirmidzi dan Abu dawud, shohih)


“Artinya : Dari Abi Hurairah , sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda. Shaum/puasa itu ialah pada hari kamu berpuasa, dan Fithri itu ialah pada hari KAMU BERBUKA. Dan Adha itu ialah pada hari kamu menyembelih hewan”.
SHAHIH. Dikeluarkan oleh Imam-imam : Tirmidzi No. 693, Abu Dawud No. 2324, Ibnu Majah No. 1660, Ad-Daruquthni jalan dari Abi Hurarirah, lafadz ini dari riwayat Imam Tirmidzi.

Ucapan Selamat Iedul Fitri

Riwayat Adham salah seorang bekas hamba sahaya Umar bin Abdul ‘Aziz berkata: “Kami mengucapkan saat kedua Hari Raya kepada Umar bin Abdul Aziz: Taqabbalallahu minnaa wa minka wahai Amirul Mu’minin, maka beliau menjawabnya dan tidak melarang kami mengucapkan hal tersebut “ (H.R. Thabrani)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ditanya tentang ucapan pada hari raya maka beliau menjawab:

"Ucapan selamat pada hari raya dimana sebagian orang mengatakan kepada yang lain jika bertemu setelah shalat Id adalah: 'Taqabbalallau Minna wa Minkum' (Semoga Allah menerima dari kami dan dari kalian). 

Dan 'Ahaalallhu alaika',dan semisalnya, ini telah diriwayatkan dari sekelompok sahabat bahwa mereka mengerjakannya. Dan para imam memberi rukhshah untuk melakukannya, seperti Imam Ahmad berkata, 'Aku tidak pernah memulai mengucapkan selamat kepada siapapun, namun bila ada orang yang mendahuluik mengucapkannya maka aku menjawabnya. Yang demikian itu karena menjawab ucapan selamat adalah wajib,
sedangkan memulai mengucapkan selamat bukanlah sunnah yang diperintahkan dan tidak pula dilarang. Barangsiapa mengerjakannya maka baginya ada contoh dan siapa yang meninggalkannya baginya juga ada contoh, wallahu a'lam.

Jadi ucapan ketika Idul Fitri adalah ‘Taqabbalallohu Minna wa Minkum’ dan 'Ahaalallhu alaika'



Lalu bagaimana dengan kalimat: minal ‘aidin wal faizin? Menurut Quraish Shihab dalam bukunya Lentera Hati, kalimat ini mengandung dua kata pokok: ‘aidin dan faizin (Ini penulisan yang benar menurut ejaan bahasa indonesia, bukan aidzin,aidhin atau faidzin,faidhin. Kalau dalam tulisan bahasa arab: من العاءدين و الفاءيزين )
Yang pertama sebenarnya sama akar katanya dengan ‘Id pada Idul Fitri. ‘Id itu artinya kembali, maksudnya sesuatu yang kembali atau berulang, dalam hal ini perayaan yang datang setiap tahun. Sementara Al Fitr, artinya berbuka, maksudnya tidak lagi berpuasa selama sebulan penuh. Jadi, Idul Fitri berarti “hari raya berbuka” dan ‘aidin menunjukkan para pelakunya, yaitu orang-orang yang kembali. (Ada juga yang menghubungkan al Fitr dengan Fitrah atau kesucian, asal kejadian)

Faizin berasal dari kata fawz yang berarti kemenangan. Maka, faizin adalah orang-orang yang menang. Menang di sini berarti memperoleh keberuntungan berupa ridha, ampunan dan nikmat surga. Sementara kata min dalam minal menunjukkan bagian dari sesuatu.

Jadi arti dari minal ‘aidin wal faizin bukan lah mohon maaf lahir dan bathin, dan ucapan ini tidak di kenal dalam hadits sebagai ucapan pada saat idul fitri


Amalan menjelang Iedul Fitri

Terdapat beberapa amalan menjelang Iedul Fitri antara lain :

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَن كَانَ مَرِيضاً أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُواْ الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ اللّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (Qur’an 2:185)

Ayat ini menjelaskan apabila telah selesai melaksanakan ibadah shaum Romadhon, maka di syariatkan untuk mengaggungkan nama Alloh SWT dengan bertakbir.

Adapun waktu bertakbir adalah sebagai berikut :

Telah berkata Ibnu Umar : Bahwasanya Nabi s.a.w biasa bertakbir dan bertahlil dengan suara keras dari mulai keluar hendak pergi sembayang hari raya shaum hingga sampai ke tempat sembahyang (R. Baihaqi dan Hakim)

Telah berkata Zuhrie : Biasanya Nabi s.a.w keluar ke sembahyang Hari raya Shaum dengan bertakbir mulai dari rumah nya hingga sampai ke tempat sembahyang (Riwayat Abu Bakar)

Rosululloh s.a.w bersabda : Hiasilah hari raya hari raya kamu dengan bertakbir (R. Thabaranie)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ditanya tentang waktu takbir pada dua hari raya (Bilakah kaum muslimin diperintahkan bertakbir di kedua hari raya – pent), maka beliau rahimahullah menjawab : “Segala puji bagi Allah, pendapat yang paling benar tentang takbir ini yang jumhur salaf dan para ahli fiqih dari kalangan sahabat serta imam berpegang dengannya adalah : Hendaklah takbir dilakukan mulai dari waktu fajar hari Arafah sampai akhir hari Tasyriq ( tanggal 11,12,13 Dzulhijjah), dilakukan setiap selesai mengerjakan shalat, dan disyariatkan bagi setiap orang untuk mengeraskan suara dalam bertakbir ketika keluar untuk shalat Id. Ini merupakan kesepakatan para imam yang empat”. [Majmu Al -Fatawa 24/220 dan lihat 'Subulus Salam' 2/71-72]

Ibnu Umar dahulu apabila pergi keluar pada hari raya Idhul Fithri dan Idhul Adha, beliau mengeraskan ucapan takbirnya sampai ke mushalla, kemudian bertakbir sampai imam datang. (HR Ad Daraquthni dan Ibnu Abi Syaibah dan selain mereka dengan sanad yang shahih. Lihat Irwa ‘ul Ghalil 650).

Jadi takbir pada hari raya fitri atau Iedul Fitri dilakukan ketika akan mendatangi tempat sholat, hingga diam di tempat sholat dan berhenti ketika imam datang (naik mimbar).

Lafadz Takbir 

Ibnu Mas’ud, ia mengucapkan takbir dengan lafadh : Allahu Akbar Allahu Akbar Laa ilaha illallaha, wa Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamdu.
(Yang artinya) : “ Allah Maha Besar Allah Maha Besar, Tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah, Allah Maha Besar Allah Maha Besar dan untuk Allah segala pujian”. [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 2/168 dengan isnad yang shahih]

Sedangkan Ibnu Abbas bertakbir dengan lafadh : Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar, wa lillahil hamdu, Allahu Akbar, wa Ajallu Allahu Akbar ‘alaa maa hadanaa.

(yang artinya) : “ Allah Maha Besar Allah Maha Besar Allah Maha Besar dan bagi Allah lah segala pujian, Allah Maha Besar dan Maha Mulia, Allah Maha Besar atas petunjuk yang diberikannya pada kita”. [Diriwayatkan oleh Al Baihaqi 3/315 dan sanadnya shahih]

Abdurrazzaq -dan dari jalannya Al-Baihaqi dalam “As Sunanul Kubra” (3/316)- meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Salman Al- Khair Radliallahu anhu, ia berkata : (yang artinya) : “ Agungkanlah Allah dengan mengucapkan : Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar kabira”.

No comments:

Post a Comment

Repositori Institusional Di Perguruan Tinggi

Oleh : Riki Nuryadin riki.nuryadin@upi.edu riki.nuryadin@gmail.com Abstrak: Institusional repositori adalah sebuah wadah o...